Nama : Vinsensia Mbela Giri
NIM : 2015230053
Prodi  : S1 Ilmu Komunikasi
Fakultas :Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

                                              
            Perspektif Ilmu Komunikasi 

    Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan melalui media, yang dapat memberikan efek terhadap khalayak. Pesan yang disampaikan harus  efektif. Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang terjadi dimana komunikator dan komunikan sama-sama mempunyai pengertian yang sama terhadap pesan. Artinya, jika komunikan salah atau berbeda persepsi dengan komunikator,maka hal tersebut dapat dikatakan komunikasi yang tidak efektif, atau juga komunikatornya gagal dalam memberikan stimulus.
         Pendapat awam mengatakan bahwa komunikasi adalah berbicara. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah, akan tetapi tidak semudah itu mendefenisikan komunikasi. Dalam keseharian kita kata “komunikasi” lazim digunakan orang, baik itu di dalam buku-buku, percakapan, bahkan dalam ilmu-ilmu alam pun “komunikasi” sering disebutkan.Seperti “mereka masih mengkomunikasikan permasalahan itu”, “semut mempunyai cara komunikasi tersndiri”, “alat komunikasi” dan sebagainya.
                 Sebagai bahasa, tentu kata “komunikasi” tidak dilarang untuk menggunakannya. Tetapi komunikasi sebagai ilmu, jangan dianggap sederhana. Saking rumitnya dalam dunia ilmu komunikasi banyak sekali ilmuwan yang mendefenisikannya, bahkan tidak sedikit yang saling bertentangan. Terlepas dari semua perbedaan pendapat – hal ini lazim dalam ilmu sosial – di kalangan ilmuwan karena mengingat latar belakang dan tujuan dari ilmuwannya.
         Sudah menjadi prosedur kita sebagai akademisi dalam mendalami suatu ilmu untuk ‘membedah’ kembali kelaziman (proposisi) yang telah diterima umum lewat filsafat, guna mendapatkan suatu pemahaman yang mantap bukan dengan maksud meragukan proposisi itu sehingga kita mengkajinya kembali dari awal. Pemahaman yang mantap inilah yang diperlukan khususnya bagi pemula pada suatu jurusan agar dikemudian hari lebih mudah mempelajari bidangnyasecara mendalam. Dan juga bisa menjadi solusi pada permasalahan klasik di kalangan mahasiswa yang akan melakukan penelitian, yang bisasanya ‘buta’ untuk memulai penelitian.
                    Buku “Filsafat Ilmu Komunikasi” ini ibarat ushul fiqh yang menawarkan pencarian makna dibalik defenisi-defenisi komunikasi sehingga kita bisa mendapatkan alasan yang kuat untuk mempercayai suatu defenisi komunikasi. Bahkan lebih jauh lagi, buku ini memperluas mindset kita hingga kita merasa bisa menciptakan dan mengembangkan defenisi kita sendiri tentang Ilmu Komunikasi.
                Perspektif adalah sistematika subjektif yang unik dan berbeda yang ada pada setiap orang. Seperti sidik jari kita, perspektif mempunyai kedudukan yang sama dalam hal keunikannya. Maka bisa jadi salah satu hal yang membedakan kita dengan orang lain adalah perspektif yang kita gunakan untuk berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh faktor gen dan historis kita pada suatu lingkungan sehingga menjadikan kita individu yang unik. Dengan kata lain perspektif adalah sudut pandang yang digunakan oleh seseorang untuk menilai suatu fakta –bukan fakta itu sendiri – maka berdasarkan perspektif yang kita gunakan akan menghasilkan penilaian yang berbeda dengan orang lain. Pengandaiannya, ketika si A menilai buah Durian sebagai suatu yang lezat dan harum maka akan berbeda dengan penilaian si B yang menganggap Durian adalah buah yang menjijikkan dan bau. Dalam kasus ini sulit untuk mengutarakan alasan masing-masing terhadap penilaiannya terhadap buah Durian, si A mungkin pada masa kecilnya mendapat kesan pertama (sensasi) pada Durian sebagai buah yang enak berbeda dengan si B yang mungkin mendapat sensasi berbeda.
                     Keunikan adalah salah satu sifat perspektif. Perspektif juga memiliki sifat samar, maksudnya orang kadang-kadang menilainya sebagai suatu fakta, pada contoh diatas si A akan benar-benar membantah penilaian si B begitu juga sebaliknya. Padahal faktanya Durian hanya buah yang kulitnya berduri, mempunyai daging lembek dan biji yang keras dengan bentuk sedemikian rupa, soal rasa dan bau tidak lebih dari persepsi atau pandangan. Karenanya seringkali ketika kita melakukan observasi, kita merasa bersikap netral padahal sadar atau tidak secara teknis dan nonteknis kita melakukannya dengan cara yang kita yakini pas dengan kita. Namun dengan sifat samarnya, perspektif tidak dapat merubah fakta, seyakin apapun kita dengan perpektif yang kita gunakan tidak akan merubah fakta bahwa kulit durian itu berduri. Jangan sampai kita tertipu dengan persepsi kita sendiri dalam membahas ilmu-ilmu sosial yang sifatnya dinamis khususnya Ilmu Komunikasi. Mungkin sudah timbul pertanyaan,mengapakomunikasi – apabila dikatakan sebagai suatu fakta – bisa banyak defenisi, lalu dimana letak fakta dari komunikasi? Saya tidak akan menjawabnya secara gamblang, karena faktor ruang dari tulisan ini. 
                      Lagi pula inti pembahasan kita adalah perspektif. Defenisi komunikasi yang paling terkenal dan sederhana adalah source (sumber), massage (pesan), dan destination (penerima/tujuan). Apakah defenisi ini sebuah fakta dari komunikasi? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Kalau jawabannya, defenisi diatas adalah sebuah persepsi, maka perspektif yang digunakan oleh sang ilmuwan sangat pas dan menyentuh substansi dari komunikasi, yaitu minimal dalam komunikasi terdapat sumber, pesan, dan tujuan. Tapi kalau kita menyebutnya sebagai fakta, maka defenisi tersebut masih jauh dari komunikasi yang sebenarnya, yaitu tidak adanya gangguan (noise) dalam prosesnya; komunikator dinilai sebagai sesuatu yang stagnan atau tetap sebagai si ‘source’ dan si ‘destination’, padahal dalam prosesnya komunikasi tidak ditentukan siapa si ‘source dan siapa si ‘destination’ karena keduanya bisa jadi menempati posisi ‘source sekaligus destination’; dan masih banyak lagi variabel komunikasi yang diabaikan pada defenisi itu. Supaya kita tidak bingung, dalam filsafat dikenal dengan kebenaran absolut (tetap) dan kebenaran relatif (berubah-ubah), mari kita tempatkan persepsi sebagai kebenaran relatif dan fakta sebagai kebenaran absolut. Dalam buku ini dinyatakan bahwa bukan benar tidaknya persepsi yang kita gunakan tapi bermanfaatkah persepsi itu bagi kita? Diantara perselisihan persepsi dengan fakta, sebenarnya yang kita perlukan adalah suatu konsep yang relevan dengan tujuan – dalam hal ini komunikasi – agar persepsi kita bisa dinilai sebagai kebenaran (baca:relatif).   Konsep ini merupakan prapersepsi yang membentuk suatu mode rancangan yang dekat dengan substansi komunikasi sehingga kita bisa memilih persepsi yang benar-benar perspektif. Proses terjadinya konsep ini, sebagai berikut: dalam hal memilih persepsi untuk pendekatan suatu fakta kita terlebih dahulu melihat fakta dengan segala variabelnya –kondisi zaman, kondisi masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebagainya – tersebut kemudian akan muncul suatu gagasan yang kita sebut perspektif. Dalam buku ini terdapat jenis-jenis perspektif yang mendasari ilmu komunikasi berdasarkan perkembangan zaman.
Seperti yang dibahas diatas bahwa perspektif bukan benar dan salahnya tapi relevan tidaknya ia pada tujuan kita. Relevansi suatu perspektif tentu mempunyai perjalanan panjang. Dari segi waktu pun demikian, perspektif ilmu-ilmu sosial yang kita gunakan sekarang ternyata melalui lika-liku konflik dari zaman ke zaman. Pada awalnya ilmu-ilmu alam yang sudah berkembang lebih dulu, atau dari versi yang terkenal bahwa ilmu-ilmu alam yang pertama memisahkan diri dari tubuh filsafat, sedang ilmu-ilmu sosial pada waktu itu masih bersifat umum dan tergolong sebagai filsafat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini